PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia global
merupakan hal yang sudah tidak asing lagi buat kita semua. Dunia globalisasi
telah masuk kesemua Negara, jadi tidak heran lagi kalau globalisasi membawa hal
yang baik dan buruknya. Globalisasi juga telah berkembang merambat kedunia
perekonomian, biasanya berupa penanaman modal pada suatu sektor industri.
Setiap individu pada dasarnya memerlukan Investasi, karena dengan Investasi
setiap orang dapat mempertahankan dan memperluas basis kekayaannya yang dapat
digunakan sebagai jaminan sosial dimasa depannya. Seseorang sering tidak bisa
menyadari dirinya telah melakukan Investasi, misalnya dengan menabung dan
sebagainya. Agar tidak terjebak dalam melakukan Investasi kedalam portofolio
‘Sampah’, atau bahkan ditipu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan
iming-iming menarik, anda harus mengedepankan rasionalitas dan memahami betul
resiko-resiko yang dihadapi dalam berinvestasi, Karena banyak sekali jenis dari
Investasi tersebut. Jangan sampai tertipu dengan iming-iming menarik yang
tinggi, tapi yang pada akhirnya akan membuat uang anda habis dengan sia-sia.
Investasi juga mempunyai banyak jenis dan macamnya, jadi anda harus pandai
dalam melihat sektor mana anda akan menanamkan saham anda. Peran individu
sangatlah penting dalam berperan aktif karena dapat mencegahnya harga barang
yang tidak terkontrol. Pemerintah sebaiknya mengatur beberapa aturan tentang
peraturan penanaman modal, karena sejak pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah
pusat terpaksa mengeluarkan kepres khusus mengenai penanaman modal, karena banyak
kendala yang dihadapi oleh investor yang ingin membuka usaha daerah, khususnya
yang berkaitan dengan proses pengurusan izin usaha. Investor seringkali
dibebani oleh urusan biokrasi yang berbelit-belit, sehingga membutuhkan waktu
yang cukup lama dan disertai dengan biaya tambahan yang cukup besar.
B. Rumusan Masalah
i.
Apa pengertian Investasi ?
ii.
Bagaimana cara kerja Investasi ?
iii.
Apa keuntungan dan resiko
Investasi ?
iv.
Bagaimana perkembangan Investasi
Nasional ?
C. Tujuan
i.
Untuk mengetahui definisi dan
cara kerja Investasi
ii.
Untuk memahami ssemua ruang
lingkup Investasi
iii.
Untuk mengetahui perkembangan
Investasi Nasional
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Arti Investasi
Pada
hakekatnya tabungan yang terdapat dimasyarakat ada yang merupakan simpanan
sementara, yaitu sebelum digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsimsi, ada juga
yang merupakan tambahan modal yang sering disebut Investasi.
a.
Investasi dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
i.
Investasi nyata (Real Investmen)
melibatkan aset berwujud, seperti pembelian aset produktif, Pendirian pabrik,
Pembukaan Pebrik, dsb
ii.
Investasi Keuangan (Deposito,
Comercial paper, dan surat berharga pasar uang) dan Pasar modal (Saham,
Obligasi, opsi, dsb)
b.
Investasi merurut penggunaanya
terdiri dari tiga macam, yaitu :
i.
Kontruksi
ii.
Rehabilitas
iii. Perluasan
c.
Investasi menurut jenis
i.
Investasi otonomi
ii.
Investasi terimbas
iii. Investasi
public
Investasi
yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal
yang merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluasan aset Agregat.
Dengan demikian istilah Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau
perbelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan untuk menbeli barang-barang
dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal
ini memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan
jasa dimasa yang akan datang.
Adakalanya
penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang modal yang lama, yang telah
harus dan perlu didepresiasikan dalam prakteknya. Dalam usaha untuk mencatat
nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang
digolongkan sebagai Investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) yang
meliputi pengeluaran atau perbelanjaan yang meliputi :
1.
Pembelian berbagai jenis barang
modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan
berbagai jenis industri dan perusahaan.
2.
Perbelanjaan untuk membangun
rumah tempat tertinggi, bangunan kantor, pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya.
3.
Pertambahan nilai stok
barang-barang yang dijual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses
produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.
Jumlah dari ketiga jenis komponen Investasi tersebut
dinamakan sebagai Investasi Bruto, yaitu meliputi Investasi untuk menambah
kemampuan memproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal yang sudah
diprediksiasikan. Apabila Investasi Bruto dikurangi oleh nilai apresiasi maka
akan didapat Investasi Neto. Dalam teori ekonomi Makro yang dibahas adalah
Investasi Fisik. Dengan pembatasan tersebut maka definisi Investasi dapat lebih
dipertajam sebagai pengeluaran-pengeluaran yang meningkatkan stok barang modal
. sedangkan stok barang modal itu sendiri memiliki arti sebagai jumlah dalam
suatu perekonomian pada saat tertentu.
a.
Investasi dalam Bentuk Barang
Modal dan Bangunan
Tercakup
dalam Investasi barang modal dan bangunan adalah pengeluaran-pengeluaran untuk
pembelian pabrik, mesin, peralatan produksi, bangunan atau gedung yang baru.
Karena daya tahan modal dan bangunan umumnya lebih dari setahun, seringkali
investasi ini disebut sebagai Investasi dalam bentuk harta tetap Domestic
Bruuto (PMTDB). Supaya lebih akurat, jumlah Investasi yang diperhatikan adalah
Investasi bersih, yaitu PMTDB dikurangi penyusutan.
b.
Investasi Persediaan
Perusahaan
seringkali memproduksi barang lebih banyak daripada target penjualan. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Investasi persediaan juga
diharapkan meningkatkan penghasilan atau keuntungan. Persedian barang tersebut
dikatakan sebagai Investasi yang direncanakan atau Investasi yang diinginkan
karena telah direncanakan. Selain barang jadi, Investasi juga dapat dilakukan
dalam bentuk persediaan barang baku dan setengah jadi.
B. Fungsi Investasi
Kurva yang
menunjukkan perkaitan diantara tingkat Investasi dan tingkat pendapatan
Nasional dinamakan sebagai fungsi Investasi. Bentuk fungsi Investasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu ia sejajar dengan sumbu datar, atau bentuknya naik keatas
kesebelah kanan (makin tinggi pendapatan nasional, maka semakin tinggi pula Investasi).
Fungsi atau kurva Investasi yang sejajar dengan sumbu datar dinamakan Investasi
Otonomi dan fungsi Investasi yang semakin tinggi apabila pendapatan nasional
meningkat dinamakan Investasi terpengaruh. Dalam analisis Makro ekonomi
biasanya dimisalkan bahwa Investasi perusahaan bersifat Investasi Otonomi.
Menurut
Joseph Allois Schumper Investasi Otonomi (Autonomous Investment) dipengaruhi
oleh perkembangan-perkembangan yang terjadi didalam jangka panjang, seperti :
i.
Tingkat keuntungan Investasi yang
diramalkan akan diperoleh
ii.
Tingkat bunga
iii. Ramalan
mengenai keadaan ekonomi dimasa depan
iv. Kemajuan
teknologi
v.
Tingkat pendapatan nasional dan
perubahan-perubahannya
vi. Keuntungan
yang diperoleh perusahaan-perusahaan
C. Kriteria Investasi
a.
Payback Period
Payback
Period adalah waktu yang dibutuhkan agar Investasi yang direncanakan dapat dikembalikan,
atau waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik impas. Jika waktu yang
dibutuhkan makin pendek, proposal Investasi dianggap semakin baik. Kendatipun
demikian, kita harus berhati-hati menafsirkan kriteria Paybackk Period ini,
sebab ada Investasi yang baru menguntungkan dalam jangka panjang (> 5 Tahun)
b.
Benefit atau Cost Ratio (B/C
Ratio)
B/C Ratio
mengukur mana yang lebih besar biaya yang dikeluarkan dibandingkan hasil
(Output) yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan dinotasikan dengan C (Cost)
sedangkan Output yang dihasilkan dinotasikan dengan B (Benefit). Keputusan
menerima atau menolak proposal Investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai
B/C>1, sebab itu berarti Output yang dihasilkan lebih besar daripada yang
dikeluarkan.
c.
Net Present Value (NPV)
Net Present
Value adalah perhitungan menggunakan nilai nominal dapat menyesatkan, sebab tidak memperhitungkan
nilai waktu dari uang. Untuk membuat hasil yang lebih akurat, maka nilai
sekarang didiskontokan. Keuntungan dari menggunakan metode diskonto adalah kita
dapat langsung menghitung selisih nilai sekarang dari biaya total dengan
penerimaan total bersih. Selisih inilah yang kemudian disebut Net Value. Suatu
proposal Investasi akan diterima jika NPV >0, sebab nilai sekarang dari
permintaan total besar daripada nilai sekarang dari biaya total.
d.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return adal nilai tingkat
pengambilan Investasi, dihitung pada saat NPV sama dengan nol. Keputusan
menerima atau menolak rencana Investasi berdasarkan hasil perbandingan IRR
dengan tingkat Investasi yang diinginkan (r).
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Investasi
1.
Tingkat pengambilan yang
diharapkan (Expented Rate of Retuurn)
a.
Kondisi internal perusahaan.
Kondisi internal adalah faktor-faktor yang berada dibawah kontrol perusahaan,
seperti tingkat efisiensi, kualitas SDM dan teknologi. Sedangkan faktor
non-teknis, seperti kepemilikan hak dan kekuatan monopoli, kedekatan dengan pusat
kekuasaan, dan penguasaan jalur informasi.
b.
Kondisi Eksernal perusahaan.
Kondosi eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan akan
Investasi utama adalah perkiraan tentang tingkat produksi dan pertumbuhan
ekonomi domestic maupun internasional.
2.
Biaya Investasi
Hal yang
paling menentukan adalah tingkat bunga pinjaman, makin tinggi tingkat bunganya,
maka biaya Investasi makin mahal. Akibatnya minat akan Investasi makin menurun,
namun tidak jarang walaupun tingkat bunga pinjaman rendah, minat akan Investasi
tetap rendah. Hal ini disebabkan biaya total Investasi masih tinggi dan faktor
yang mempengaruhi adalah masalah kelembagaan.
3.
Maeginnal Efficiency of Capiital
(MEC), tingkat Bunga, dan Marginal Efffeciency of Investement (MEI)
Marginal Efffeciency
of Capital (MEC), investasi, dan tingkat bunga MEC adalah tingkat pengembalian
yang diharapkan dari setiap tambahan modal.
E. Tentang Investasi Nasional
1.
Keadaan Investasi Nasional
Ditengah
kondisi perekonomian dunia (khususnya keuangan dan perbankan) yang terus
diguncang oleh krissis, ternyata indonesia masih sanggup untuk bertahan,
setidakknya masyarakat umum tidak merasakan dempak signifikan seperti krisis
moneter tahun 1997-1998 lalu. Pemerintah pun dinilai mampu mengatasi masalah
krisis global ini dengan tidak sampai mengeluarkan kebijakan yang wah, seperti
kenaikan harga BBM, listrik, atau pajak, sehingga PHK masal atau kenaikan harga
masih urung dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri.
Mengutip
dalam artikel “Outlook” Investyasi Reksa Dana Tahun 2012 bahwa kekuuatan
perekonomian Indonesia masih ditopang oleh :
a.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
tumbuh didukung oleh pertumbuhan ekonomi sektor konsumsi terutama konsumsi
domestik
b.
Kebijakan makro ekonomi indonesia
yang hati-hati
c.
Cadangan Devisa Indonesia yang
kuat
Hal ini akan
membuat perekonomian Indonesia masih relatif aman untuk beberapa waktu kedepan.
Namun, bersikap santai dengan hanya bergantung pada ketiga hal tersebut saja
tanpa ada perencanaan dan kebijakan lebih baik akan sangat membahayakann
ekonomi Indonesia dalam jangka waktu yang panjang.
Entah teori
apa yang mendasari, namun analisis saya tentang ketiga sendi penopang tersebut
adalah sebagai berikut:
Pertama,
memang Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, bahkan di
ranking dunia sekalipun. Namun perlu diingat, bahwa dasar dari pertumbuhan
ekonomi tersebut masih saja konsumsi masyarakat (C). Neraca perdagangan (ekspor
dan impor) kita masih di ambang batas BEP. Di tahun 2010, secara
statistik Indonesia sanggup mengekspor kira-kira 157.779,1 million USD dan
melakukan impor sekitar 135.663,3 million USD. Memang masih positif dengan
balance sebesar 22.115,8 million USD. Namun yang menjadi catatan adalah bahwa
lebih dari 25% ekspor kita masih ada minyak bumi dan gas alam yaitu kisaran
28.039,6 million USD. Intinya kita semua tahu bahwa bergantung pada hal given
seperti SDA yang tak terbarui tersebut dapat menyebabkan Indonesia kelimpungan
di masa mendatang karena kita tahu cadangan sumber energi fosil dunia, termasuk
Indonesia, semakin menipis. Mengandalkan konsumsi berarti juga produksi kita
belum cukup kuat menopang perekonomian Indonesia. Perusahaan-perusahaan dalam
negeri belum cukup bersaing dengan perusahaan level global, ironisnya mungkin
kecuali pabrik rokok. Di tengah arus perdagangan global yang deras, budaya
konsumsi tentu akan menjadikan Indonesia pasar yang mewah bagi para pedagang
manca (yang tentu banyak di antaranya berskala besar). Hal ini tak bisa
dipungkiri lagi akan sangat mengancam kelangsungan bisnis para pengusaha di
Indonesia, khususnya usaha kecil dan menengah.
Kedua,
kebijakan ekonomi Indonesia yang tidak menerapkan asas “lebih cepat lebih baik”
ini dianggap oleh pengusaha modern sebagai sesuatu yang lambat. Kehati-hatian
yang dipilih oleh pemerintah sering membuat jengkel para pebisnis yang
membutuhkan kepastian dalam waktu secepatnya karena tiap detik dalam dunia
bisnis adalah sangat berharga. Belum lagi trust masyarakat kepada pemerintah
akhir-akhir ini terus melemah (entah memang pemerintah yang payah atau ada
pihak-pihak yang memprovokasi) dapat mempengaruhi efektivitas kebijakan yang
diambil itu sendiri.
Ketiga,
kembali lagi meski Indonesia terus membaik dan memang lebih baik dibanding
negara-negara berkembang lainnya namun hal ini masih perlu penguatan. Landasan
utama Indonesia dalam cadangan devisa berbeda dengan China (yang mengandalkan
neraca perdagangan) adalah portofolio dan foreign direct investment (fdi). Hal
tersebut tentu saja akan membuat kolaps jika investasi-investasi tersebut ditarik
mendadak secara serentak.
Kembali lagi
ke tema, bahwa sesuai nota keuangan Pemerintah Indonesia yang mencantolkan
pergerakan gerbong ekonomi Indonesia pada investasi, pasar modal dan perbankan,
memang seakan menjadi pisau bermata ganda. Pisau yang dapat menolong Indonesia
dalam berbagai masalah sekaligus sanggup menusuk balik kapan saja apabila tidak
diatur dengan benar.
Beralih dari
sudut pandang Investor bahwa investasi berupa reksa dana atau deposito dalam
beberapa segi akan lebih menguntungkan dibanding investasi langsung. Ini salah
satu sebabnya kinerja Reksa Dana (khususnya syariah) lebih optimal dibanding
jika investor harus berinvestasi sendiri.
a.
Likuiditas yang tinggi
Apabila
investor ingin menarik investasinya dikarenakan membutuhkan dana untuk
keperluan yang lain ataupun ingin melakukan realisasi keuntungan maka bisa
dicairkan atau ditarik kapan saja.
b. Biaya
investasi cenderung rendah
Jika investor
bertransaksi saham sendiri perhatikan biaya yang dibebankan oleh sekuritas
seperti biaya transaksi minimal kisarannya adalah Rp 10.000-Rp 15.000. Namun
ada juga yang membebankan keseluruhan biaya transaksi dan ada yang per saham.
Selain itu jika kita menginginkan untuk melakukan transaksi obligasi syariah
(Sukuk) maka nilai yang investasi yang ditawarkan minimal Rp 1 miliar kalaupun
ada Sukuk Ritel (SUKRI) maka pembelian 1 unit minimal Rp 5 juta. Pertanyaan
selanjutnya bagaimana jika anda menginginkan investasi rutin dibawah Rp 5 juta
maka anda tidak bisa membeli Sukuk maupun Sukri. Untuk Deposito jika dana anda
dibawah Rp 500 juta maka anda hanya diberikan rate counter yang saat ini ada
dikisaran 5,5 persen-6,5 persen belum dipotong PPh final 20 persen. Lalu
bagaimana dengan Anda yang mempunyai dana sekitar Rp 100.000-Rp 1.999.900 maka
Anda hanya bisa masuk tabungan dan tabungan berjangka dengan bagi hasil 2
persen-3 persen (untuk tabungan) dan 4 persen untuk tabungan berjangka sudah
terkunci (lock) sekian tahun (tergantung kebijakan bank) lagi-lagi terpotong
PPh final 20 persen. Bandingkan dengan inflasi yang saat ini ada dikisaran 4,61
persen. Untuk Deposito diatas Rp 500 juta bank bisa memberikan bagi hasil 9
persen gross. Bandingkan jika yang mengelola adalah manajer investasi maka
biaya investasinya akan rendah dengan hasil yang optimal.
c. Transparansi
Informasi
Semua
informasi mengenai kinerja investasi harian bisa dipantau di media masa. Setiap
bulan nasabah akan diberikan laporan kinerja investasi seperti rekening koran
dan kinerja Reksa Dana (Fund Fact Sheet).
d. Lebih
Aman dan Stabil
Seperti telah
dijelaskan diatas, rasio dengan batas 82 persen memberikan jaminan bahwa
perusahaan memiliki struktur modal yang sehat dengan perbandingan utang tidak
boleh lebih besar dari modal. Pada obligasi/sukuk mempunyai underlying asset
yang jelas sehingga resiko default kecil sekali atau bahkan sama sekali tidak
ada. Dengan demikian melalui mekanisme rasio kuantitatif, Reksadana Syariah
terselamatkan dari penurunan NAB yang tajam. Untuk Obligasi Syariah dengan
mekanisme underlying (ada nilai pokok yang dijadikan dasar penerbitan
obligasi), investor dengan sendirinya merasa yakin bahwa obligasi syariah
relatif aman sehingga banyak diinginkan oleh investor baik yang mengharuskan
portfolio investasinya di syariah maupun tidak (konvensional). Umumnya yang
memegang obligasi syariah adalah institusi syariah dan mereka pada umumnya
memegang sampai tanggal jatuh tempo (hold to maturity) sehingga gejolak
harganya (volatilitas) nya relatif stabil.
e. Terdapat
Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Fungsi dari
DPS adalah mengawasi dan memberikan pengarahan agar pengelolaan Reksa Dana
sesuai dengan prinsip syariah yaitu jujur, berkeadilan dan bermanfaat bagi
sesama.
f.
Membantu perekonomian bangsa
Pada
penerbitan SUKRI, negara bisa memanfaatkannya sehingga biaya pemerintah jadi
lebih kecil, sedang pada perusahaan biasanya hasil penjualan sukuk dipakai
untuk modal kerja perusahaan.
2.
Nilai
investasi yang berhasil dihimpun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) per
Oktober 2012 sebesar US$24 miliar
"Dibandingkan dengan tahun 2011 total nilai investasi di Indonesia
per Oktober 2011 hanya mencapai US$19 miliar. Sementara itu, pada bulan Oktober
tahun 2012 nilai investasi di Indonesia menembus US$25 miliar," ujar
Kepala BKPM Chatib Basri di Jakarta, Senin (12/11/2012).
Dia juga optimistis target investasi di Indonesia sebesar US$32 miliar
sampai dengan akhir tahun ini bisa tercapai."Sampai dengan September 2012
nilai investasi di Indonesia sudah mencapai US$18,3 miliar atau Rp229 triliun,
maka kami yakin target hingga akhir tahun senilai US$32 miliar akan
tercapai," katanya.
Selanjutnya, terkait dengan pencapaian target investasi tahun 2013
senilai Rp390 triliun, Chatib mendorong agar penyelenggara pelayanan terpadu
satu pintu (PTSP) di bidang penanaman modal baik di provinsi, kabupaten dan
kota terbaik dapat meningkatkan realisasi nilai investasi di Indonesia melalui
efisiensi birokrasi dalam pelayanan perizinan.
Sampai dengan tahun ini menurut Chatib, sejumlah 105 kabupaten dan kota
sudah menjadi penyelenggara PTSP dan sebagian di antaranya sudah dilengkapi
sertifikasi ISO, dari total 450 kabupaten dan kota di Indonesia.
Pada kesempatan ini, Chatib turut mengapresiasi kenaikan peringkat
Indonesia untuk investasi di peringkat 128 pada tahun ini, yang naik dari
peringkat 129 di tahun 2011 menurut International Finance Corporation (IFC).
Dia juga mendorong agar tahun depan seluruh kabupaten dan kota di
Indonesia bisa menjadi 'Regional Champion' dalam penyelenggaraan PSPT untuk
meningkatkan realisasi nilai investasi di Indonesia. "PTSP kami harapkan berkompetisi
antara pusat dan daerah, terutama melalui sertifikasi ISO," tuturnya.
3.
Realisasi Investasi Januari-September 2012
Investasi
|
Jumlah
|
PMA Industri Primer
|
US$4,48 miliar
|
PMA Industri Sekunder
|
US$8,59 miliar
|
PMA Industri Tersier
|
US$5,17 miliar
|
PMDN Industri Primer
|
Rp15,06 triliun
|
PMDN Industri Sekunder
|
Rp38,11 trilun
|
PMDN Industri Tersier
|
Rp12,50 triliun
|
Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) memperkirakan nilai pengajuan izin prinsip
investasi baru tahun ini bisa mencapai Rp900 triliun. Kepala BKPM Chatib Basri
mengatakan minat penanaman modal terus tumbuh, terutama dari investor asing.
“Tahun
ini, di pipeline sampai September saja lebih dari Rp678
triliun, sekitar US$75 juta. Ini masih ada 3 bulan lagi,”
katanya hari ini, Rabu (24/10/2012).
Dia
memperkirakan nilai pengajuan investasi perusahaan baru di Indonesia pada akhir
2013 bisa berkisar Rp800 triliun—Rp900 triliun. Nilai pengajuan prinsip
investasi baru terus tumbuh dari sekitar Rp400 triliun pada 2010 dan sekitar
Rp600 triliun pada 2011.
“Mereka
masuk ke sektor yang kurang lebih sama dengan sektor yang mendominasi realisasi
investasi sekarang,” papar Chatib.
Data
BKPM menunjukkan realisasi investasi sepanjang Januari—September 2012 telah
mencapai Rp229,9 triliun yang terdiri dari penanaman modal asing Rp56,5 triliun
dan penanaman modal dalam negeri Rp26,2 triliun. Realisasi PMA didominasi oleh
sektor industri pertambangan US$3,15 miliar, industri kimia/farmasi US$2,47
miliar serta industri transportasi, gudang dan telekomunikasi US$1,87 miliar.
Adapun
realisasi PMDN sebagian besar masuk ke sektor industri mineral non logam Rp9,08
triliun, pertambangan Rp8,60 triliun dan industri makanan minuman Rp7,71
triliun. Komitmen investasi baru yang lebih dari Rp678 triliun membuat Chatib
optimistis BKPM bisa memenuhi target realisasi investasi Rp390 triliun pada
2013 setelah meraih realisasi yang diperkirakan mencapai Rp300 triliun pada
2012.
Namun,
dia mengakui realisasi komitmen investasi yang sudah masuk membutuhkan upaya
dari seluruh sektor pemerintahan di luar BKPM.
“Saya
minta tolong dibantu di daerah infrastruktur dan perizinannya, saya kan juga
telah beri contoh melalui membetulkan tracking,” kata
Chatib.
KESIMPULAN
Investasi pada hakekatnya
merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan dapat diperoleh
keuntungan dimasa mendatang. Agar harapan tersebut tercapai, maka sebelum
memasuki dunia investasi diperlukan pemahaman pengetahuan dibidang Investasi.
Pemahaman ini sangat penting sebagai pegangan ketika memasuki dunia Investasi
yang penuh resiko dan ketidakpastian.
Modal dana dan pengetahuan bejumlah
cukup untuk membuat Investasi bisa berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Satu
hal lain yang diperlukan adalah ketepatan dalam pemilihan berbagai instrumen
Investasi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar