BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan
ekonomi dan perubahan struktur ekonomi dalam 30 tahun terakhir atau lebih
di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan dan perubahan ring Ekonomi-ekonomi
skala besar urbanisasi. Perubahan urbanisasi skala besar seperti ini tidak
hanya terjadi di Indonesia, hal ini merupakan fenomena global. sebagai
pembangunan ekonomi atau pertumbuhan terus berlanjut, masyarakat di daerah
pedesaan akan terus datang ke daerah-daerah perkotaan atau kota-kota besar. Dengan
adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, maka membawa dampak yang baik terutama
dalam hal kemiskinan, masyarakat sebagian besar bersih dari kemiskinan.kota
Metropolitan seperti Jakarta dapat menawarkan iming-iming pekerjaan yang lebih
baik, pendidikan, perawatan kesehatan, dan mereka berkontribusi terhadap
penduduk yang menganggur untuk di sediakan lapangan pekerjaan.
Dari
penomena diatas dapat di ketahui bahwa tingkat penghasilan masyarakat perkotaan
dengan masyarakat pedesaan sangat jauh berbeda. Dengan demikian dilihat dari
penghasilan per kapita jauh lebih tinggi masyarakat perkotaan di bandingkan
dengan masyarakat pedesaan, maka secara otomatis pengeluaran konsumsi
masyarakat desa dan masyarakat kota juga
akan berbeda. Sedangkan untuk pendapatan daerah antara desa, kabupaten,
profinsi bahkan jenjang yang lebih atas juga mempunyai jumlah nominal
masing-masing pada setiap daerah. Berkaitan dengan permasalahan yang telah
dipaparkan maka berikut penulis akan membahasa secara lebih rinci dalam bentuk
makalah sebagai Tugas Mandiri Pada Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
yang sekarang ini penulis ampu.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
perilaku konsumsi masyarakat dalam perekonomian?
2.
Bagaimana pola konsumsi masyarakat ada di
Indonesia?
3.
Bagaimana dimensi ketimpangan pengeluaran
konsumsi?
4.
Apa sebenarnya tabungan masyarakat?
5.
Bagaimana fungsi konsumsi dan fungsi tabungan?
6.
Bagaimana strategi pengeluaran
pemerintah didalam perekonomian?
7.
Apa dampak dari perilaku
konsumtif?
1.3 Tujuan
Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam lagi tentang pembahasan
Pengeluaran Konsumsi Masyarakat dan Pengeluaran Pemerintahan sekaligus sebagai
salah satu syarat dalam menempuh perkuliahan pada mata kuliah Perekonomian
Indonesia.
1.4 Metode Penulisan
Adapun penulisan makalah ini yang
digunakan penulis adalah dengan mempelajari buku-buku yang kami jadikan
referensi-referensi dan pengumpulan data yang ada kaitanya dengan masalah yang
kami bahas serta pencarian informasi melalui internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengeluaran Konsumsi
Masyarakat
2.1.1 Pengertian Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran
Konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas
pendapatan nasional. menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim
dilambangkan dengan dengan hurup C (Consumption). Pengeluran konsumsi seseorang
adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang
tidak dibelanjakan disebut tabungan lazim dilambangkan dengan hurup S (Saving).
Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara
dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang
bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang dalam suatu negara
dijumlahkan hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya,
tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan
nasional. Dan tabungan nasional merupakan sumber dana investasi.
Konsumsi
seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat
pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional.
Semakin besar pendapatan, makin besar pula pengeluaran konsumsi. Perilaku
tabungan juga begitu. Jadi bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun
tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran
konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi
(Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pengeluaran
konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk menabung
(Marginal Propensity to Save, MPS). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya
relatif belum mapan, biasanya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka
MPS mereka relatif kecil. Artinya jika mereka memperoleh tambahan pendapatan
maka sebagian besar tambahan pendapatannya itu akan teralokasikan untuk
konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya
sudah relatif lebih mapan.
Perbedaan
antara masyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan antara negara maju dan
negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan
relatif besar kecilnya MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu
sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi
oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran
konsumsi masyarakat yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke
kebutuhan sekunder atau bahkan tersier.
2.1.2 Perilaku Konsumsi Masyarakat
Beberapa pandangan ahli mengenai perilaku
konsumen antara lain :
·
yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk Istilah perilaku
konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa 1994)
·
Perilaku konsumen merupakan tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan
jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini.
(Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993)
·
Perilaku
konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi,
memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan
Della-Bitta; 1984)
·
Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang
dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa,
disebut perilaku konsumen. (Winardi,1991)
·
Perilaku
yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku konsumen. (Deaton
dan Muellbawer, 1986)
·
Perilaku
konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan
Johnson, 1990)
Dari
beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku
Konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang
mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan
mengevaluasi.
Alokasi PDB
dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau
investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan
karena menandakan secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan
konsumsinya, sehinnga terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi
sumber dana investasi. Adalah beralasan untuk menyatakan bahwa harapan untuk
menumbuhkan perekonomian cukup prospektif. Persoalannya kemudian ialah seberapa
besar tabungan masyarakat kita telah mencukupi sasaran pertumbuhan perekonomian
yang diinginkan.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per tahun selama dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama. Akan tetapi, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran konsumsi masyarakat India dan Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9 persen; bahkan juga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika Serikat (3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode 1980-1993, pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4 persen per tahun, lebih rendah daripada india (4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%); namun lebih tinggi daripada amerika dan jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan untuk menjelaskan bahwa, sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki bekal kemandirian yang cukup mantap dalam menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil pembangunannya selama ini teralokasikan ke penggunaan yang produktif.
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per tahun selama dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama. Akan tetapi, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran konsumsi masyarakat India dan Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9 persen; bahkan juga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika Serikat (3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode 1980-1993, pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4 persen per tahun, lebih rendah daripada india (4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%); namun lebih tinggi daripada amerika dan jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan untuk menjelaskan bahwa, sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki bekal kemandirian yang cukup mantap dalam menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil pembangunannya selama ini teralokasikan ke penggunaan yang produktif.
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).
Penurunan
proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat dalam membentuk permintaan agregat
menyiratkan dua hal. Pertama, peran tabungan masyarakat terahdap pendapatan
nasional semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam
membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal
atau investasi dan sector ekspor-impor.
Dalam
perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku konsumen, antara
lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern. Penjelasan masingmasing
sebagai berikut :
·
Pendekatan
Tradisional
Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai
dayaguna atau utilitas, oleh karena barang tersebut pasti mempunyai kemampuan
untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut.
Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah
dayaguna barang tersebut.
·
Pendekatan
Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara
praktis digunakan untuk memperkirakan permintaan
2.1.3 Pola Konsumsi Masyarakat
Tabel :
Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Pola konsumsi dapat dikenali
berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar
alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok
penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan.
Masing-masing kelompok ini akan dirinci seperti pada table dibawah ini,
Perbandingan
besar pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan
cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua
kali lipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga
demikian. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar
dibandingkan orang kota.
Walaupun
demikian, selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan di
kedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan
pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat / tinggi dibandingkan kenaikan
pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau secara
nominal, sepanjang periode 1984-1993 pengeluaran penduduk perkotaan naik
rata-rata 36,63% per tahun. Angka sejenis untuk penduduk perdesaan adalah
35,76%. Apabila diyakini pendapat umum bahwa tingkat harga di perkotaan
biasanya naik lebih cepat daripada di daerah perdesaan, maka secara riil
sesungguhnya kenaikan pengeluaran orang desa justru lebih tinggi daripada orang
kota. lebih tingginya kenaikan pengeluaran penduduk perdesaan dibandingkan
penduduk perkotaan harus dipahami secara hati-hati. hal ini tidak berarti bahwa
dibandingkan orang kota, orang desa menjadi lebih boros, kian konsumtif, atau
semakin makmur.
Mengingat
jumlah pengeluaran yang menjadi basis pehitungan nilainya jauh lebih rendah
untuk penduduk perdesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu
sesungguhnya arulah sekedar menggambarkancapaian orang-orang desa dalam
upayanya untuk dapat hidup lebih baik. Capaian itu sendiri belum mampu
mensejajarkan denganposisi kemakmuran orang kota. Penafsiran semacam ini masih
tergolong sebagai penafsiran yang bernada optimistis. Kenaikan lebih tinggi
pengeluaran penduduk perdesaan tadi dapat pula ditafsirkan dengan nada
pesimistis. Yakni bahwa hal itu disebabkan karena orang-orang desa harus
mengeluarkan lebih besar untuk mempertahankan tingkat hidup subsistennya,
berkenaan dengan suku niaga (terms of trade) yang semakin buruk yang menimpa
produk-produk primer dari desa (hasil bumi) dibandingkan dengan produk-produk
sekunder dari kota (hasil industri).
Di dalam
pengeluaran untuk kelompok non-makanan, bagian terbesar dibelanjakan untuk
keperluan subkelompok perumahan dan bahan bakar. Sekitar 44% pengeluaran non-makanan
dibelanjakan untuk keperluan perumahan, itu berarti hamper 17%dari seluruh
pengeluaran. Itu berarti pula, tanpa memperhatikan kelompok, belanja terbesar
masyarakat Indonesia adalah untuk keperluan perumahan dan bahan bakar.
2.1.4 Dimensi Ketimpangan Pengeluaran Konsumsi
perbandingan-perandingan
perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap adanya kesenjangan
antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran konsumsi
masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar
lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat
diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.
Dengan
mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau
desil (decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya,
bisa pula dihitung indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara
keseluruhan sebagai satu totalitas.
Disamping,
berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah
perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga
terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula
diskrepansi pengeluaran konsumsi yang berdimensi regional atau antar wilayah,
yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di tanah air.
Pola
konsumsi masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan
umum bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi
belanjanya untuk pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian
tinggi besar pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis
makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran,
cenderung semakin dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi.
Dalam
kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin
tinggi pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara
spesifik untuk berbagai Janis pengeluaran non-makanan tertentu.
2.1.5 Tabungan
Masyarakat
Tabungan adalah
bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak
dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan
pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan
pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional,
merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada
dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun
tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro
ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat
dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana
investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah
umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan
jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara
sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih
antara tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative
lebih gampang dihitung mengingat catatan administratifnya cukup tersedia. Angka
tabungan nasional sendiri merupakan hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi
Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah
Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan
teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan
masyarakat ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional,
melainkan tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan
masyarakat.
Tabungan
masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri merupakan
sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat
dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus
meningkat.
2.1.6 Fungsi
Konsumsi Dan Fungsi Tabungan
Dalam teori
makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi
yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan
makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan
bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan)
tingkat pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan
dengan hipotesisnya tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat
pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat
pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima,
tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model pendapatan
yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen.
Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh utama, terdapat
kemungkinan beberapa variable lain turut mempengaruhi besar kecil pengeluaran
konsumsi masyarakat.
Dari sudut
tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini
mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak otokorelatif.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak otokorelatif.
2.2 Pengeluaran Pemerintah
2.2.1 Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran
pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin
dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan
pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran
pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam
bentuk prasarana fisik. Berikut ini adalah penjelasannya :
a. Pengeluaran
Rutin Pemerintah
Pengeluaran rutin
adalah segala bentuk pengeluaran pemerintah untuk membayar kebutuhan
sehari-hari pemerintah. Pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan
rutin pemerintahan. Tujuan pengeluaran rutin agar pemerintah dapat
menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah,
kegiatan operasional dan pemeliharaan asset
negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak
ketiga, perlindungan kepada masyarakat miskin dan
kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian.
Besarnya pengeluaran
rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakanyang ditempuh pemerintah dalam
rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian, seperti
perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,penghematan pembayaran bunga utang,
dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Contoh pengeluaran rutin
pemerintah sebagai berikut :
·
Belanja
pegawai, termasuk gaji pegawai negri dan TNI
·
Belanja
barang, seperti perlengkapan dan peralatan kantor
·
Cicilan
hutang, baik hutang luar dan dalam negri
·
Subsidi
daerah otonom
·
Pengeluaran
rutin lainnya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
·
Anggaran
untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan keamanan.
b.
Pengeluaran
Tidak Rutin Pemerintah
Pengeluaran pembangunan
(pengeluaran tidak rutin) yaitu pengeluaran yang bersifat modal
masyarakat dalam
bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pos pengeluaran pembangunan diantaranya
untuk bantuan rupiah, seperti sumbangan bagi korban bencana alam dan bantuan
biaya proyek untuk pembangunan sarana fasilitas umum. Besar kecilnya anggaran
pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan
keputusan-keputusan politik.
2.2.2 Aspek Positif dan Negatif
Perilaku Konsumtif
Pada
hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi segala
kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai
tujuan tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga
diperlukan tindakan atau perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan
menggunakan tindakan konsumsi yang berprinsip ekonomi. Kegiatan mengkonsumsi
yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat.
Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan konsumsi
yang berlebihan.
Semua
tindakan konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya seorang
konsumen dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional
dan ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di
butuhkan, membeli dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap
tindakan konsumsinya selalu berdasarkan skala prioritas.
Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan
dampak:
a) Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga
kerja lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
b) Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena
konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang
diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam.
c) Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang
dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna
mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
d) Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan
harga dan kualitas yang lebih baik
Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan
dampak:
a) Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang
akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang
tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi
orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan
yang seperti itu.
b) Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak
membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
c) Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan
mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya
di masa datang.
d) Mendorong konsumen melakukan pengeluaran di luar batas
kemampuannya sehingga akan melakukan pinjaman yang pada akhirnya akan terjebak
hutang.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pengeluaran
Konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas
pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran. Orang desa dan orang kota
tidak hanya berbeda dalam hal besarnya pengeluaran, akan tetapi juga tidak sama
dalam hal pola konsumsi. Perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi
masyarakat juga terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri.
Pengeluaran
rutin dan tidak rutin pemerintah bertujuan untuk dapat menjalankan
misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan
operasional dan pemeliharaan asset
negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga,
perlindungan kepada masyarakat miskin dan kurang mampu,
serta menjaga stabilitas perekonomian. Tetapi, Besar kecilnya anggaran
pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan
keputusan-keputusan politik.
3.2 SARAN
Demikian
makalah yang dapat kami sajikan tentang Pengeluaran konsumsi masyarakat dan
pengeluaran pemerintah yang cukup singkat. Namun, Penulis berharap dengan
adanya penulisan makalah ini maka bagi para pembaca bisa menganalisa lebih jauh
lagi tentang bahasan yang ada pada makalah ini dan bisa di manfaatkan sebaik
mungkin bagi para pembaca sebagai sumber pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar