Pages

Sabtu, 05 September 2015

Pengeluaran konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah



BAB 1
PENDAHULUAN
      1.1  Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi  dan perubahan struktur ekonomi dalam 30 tahun terakhir atau lebih di Indonesia telah menghasilkan pertumbuhan dan perubahan ring Ekonomi-ekonomi skala besar urbanisasi. Perubahan urbanisasi skala besar seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, hal ini merupakan fenomena global. sebagai pembangunan ekonomi atau pertumbuhan terus berlanjut, masyarakat di daerah pedesaan akan terus datang ke daerah-daerah perkotaan atau kota-kota besar. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi tersebut, maka membawa dampak yang baik terutama dalam hal kemiskinan, masyarakat sebagian besar bersih dari kemiskinan.kota Metropolitan seperti Jakarta dapat menawarkan iming-iming pekerjaan yang lebih baik, pendidikan, perawatan kesehatan, dan mereka berkontribusi  terhadap penduduk yang menganggur untuk di sediakan lapangan pekerjaan.

Dari penomena diatas dapat di ketahui bahwa tingkat penghasilan masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan sangat jauh berbeda. Dengan demikian dilihat dari penghasilan per kapita jauh lebih tinggi masyarakat perkotaan di bandingkan dengan masyarakat pedesaan, maka secara otomatis pengeluaran konsumsi masyarakat desa dan  masyarakat kota juga akan berbeda. Sedangkan untuk pendapatan daerah antara desa, kabupaten, profinsi bahkan jenjang yang lebih atas juga mempunyai jumlah nominal masing-masing pada setiap daerah. Berkaitan dengan permasalahan yang telah dipaparkan maka berikut penulis akan membahasa secara lebih rinci dalam bentuk makalah sebagai Tugas Mandiri Pada Mata Kuliah Perekonomian Indonesia yang sekarang ini penulis ampu.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perilaku konsumsi masyarakat dalam perekonomian?
2.       Bagaimana pola konsumsi masyarakat ada di Indonesia?
3.       Bagaimana dimensi ketimpangan pengeluaran konsumsi?
4.       Apa sebenarnya tabungan masyarakat?
5.       Bagaimana fungsi konsumsi dan fungsi tabungan?
6.      Bagaimana strategi pengeluaran pemerintah didalam perekonomian?
7.      Apa dampak dari perilaku konsumtif?
1.3  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam lagi tentang pembahasan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat dan Pengeluaran Pemerintahan sekaligus sebagai salah satu syarat dalam menempuh perkuliahan pada mata kuliah Perekonomian Indonesia.
      1.4 Metode Penulisan
Adapun penulisan makalah ini yang  digunakan penulis adalah dengan mempelajari buku-buku yang kami jadikan referensi-referensi dan pengumpulan data yang ada kaitanya dengan masalah yang kami bahas serta pencarian informasi melalui internet.

















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
      2.1.1 Pengertian Pengeluaran Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran Konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas pendapatan nasional. menurut pendekatan pengeluaran, variabel ini lazim dilambangkan dengan dengan hurup C (Consumption). Pengeluran konsumsi seseorang adalah bagian dari pendapatannya yang dibelanjakan. Bagian dari pendapatan yang tidak dibelanjakan disebut tabungan lazim dilambangkan dengan hurup S (Saving). Apabila pengeluaran-pengeluaran konsumsi semua orang dalam suatu negara dijumlahkan, maka hasilnya adalah pengeluaran konsumsi masyarakat negara yang bersangkutan. Dilain pihak jika tabungan semua orang dalam suatu negara dijumlahkan hasilnya adalah tabungan masyarakat negara tersebut. Selanjutnya, tabungan masyarakat bersama-sama dengan tabungan pemerintah membentuk tabungan nasional. Dan tabungan nasional merupakan sumber dana investasi.
Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. Secara makroagregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, makin besar pula pengeluaran konsumsi. Perilaku tabungan juga begitu. Jadi bila pendapatan bertambah, baik konsumsi maupun tabungan akan sama-sama bertambah. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk mengkonsumsi (Marginal Propensity to Consume, MPC). Sedangkan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap tambahan pendapatan disebut kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save, MPS). Pada masyarakat yang kehidupan ekonominya relatif belum mapan, biasanya angka MPC mereka relatif besar, sementara angka MPS mereka relatif kecil. Artinya jika mereka memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatannya itu akan teralokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kehidupan ekonominya sudah relatif lebih mapan.
Perbedaan antara masyarakat yang sudah mapan dan yang belum mapan antara negara maju dan negara berkembang bukan hanya terletak dalam atau dicerminkan oleh perbandingan relatif besar kecilnya MPC dan MPS, akan tetapi juga dalam pola konsumsi itu sendiri. Pola konsumsi masyarakat yang belum mapan biasanya lebih didominasi oleh konsumsi kebutuhan-kebutuhan pokok atau primer. Sedangkan pengeluaran konsumsi masyarakat yang sudah mapan cenderung lebih banyak teralokasikan ke kebutuhan sekunder atau bahkan tersier.

2.1.2 Perilaku Konsumsi Masyarakat
Beberapa pandangan ahli mengenai perilaku konsumen antara lain :
·         yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka (Schiffman dan Kanuk Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa 1994)
·          Perilaku konsumen merupakan tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dam menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Engel, Blackweel, dan Miniard; 1993)
·         Perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan  dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. (Loudon dan Della-Bitta; 1984)
·          Perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang dalam merencanakan, membeli, dan menggunakan barang-barang ekonomi dan jasa, disebut perilaku konsumen. (Winardi,1991)
·         Perilaku yang dikaitkan dengan preferences dan possibilities adalah perilaku konsumen. (Deaton dan Muellbawer, 1986)
·         Perilaku konsumen merupakan pengkajian dari perilaku manusia sehari-hari (Mullen dan Johnson, 1990)
Dari beberapa pandangan di atas dapat ditarik satu kesimpulan yaitu Perilaku Konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi.
Alokasi PDB dewasa ini semakin besar tergunakan untuk keperluan pembentukan modal atau investasi serta ekspor dan impor. Kenyataan ini tentu saja menggembirakan karena menandakan secara umum pendapatan masyarakat sudah mencukupi kebutuhan konsumsinya, sehinnga terdapat kelebihan yang bisa ditabung untuk menjadi sumber dana investasi. Adalah beralasan untuk menyatakan bahwa harapan untuk menumbuhkan perekonomian cukup prospektif. Persoalannya kemudian ialah seberapa besar tabungan masyarakat kita telah mencukupi sasaran pertumbuhan perekonomian yang diinginkan.
Pertumbuhan pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia rata-rata 6,5 persen per tahun selama dasawarsa 1970-an. Angka ini satu persen lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-rata pengeluaran konsumsi masyarakat Malaysia untuk kurun waktu yang sama. Akan tetapi, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata tahunan pengeluaran konsumsi masyarakat India dan Republik Rakyat Cina, masing-masing 2,9 dan 4,9 persen; bahkan juga dibandingkan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat Amerika Serikat (3,1%) dan jepang (4,7%). Dalam periode 1980-1993, pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia tumbuh setingkat satu ata-rata 4,4 persen per tahun, lebih rendah daripada india (4,7%) dan cina (7,9%) serta Malaysia (5,5%); namun lebih tinggi daripada amerika dan jepang. Angka-angka perbandingan ini beralasan untuk menjelaskan bahwa, sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki bekal kemandirian yang cukup mantap dalam menumbuhkan perekonomiannya. Hasil-hasil pembangunannya selama ini teralokasikan ke penggunaan yang produktif.
Kemantapan bekal kemandirian dalam pembangunan tersebut apat dikonfirmasikan melalui tinjauan pengeluaran konsumsi masyarakat berdasarkan proporsinya dalam pembentukan permintaan agregat (aggregate demand).
Penurunan proporsi pengeluaran konsumsi masyarakat dalam membentuk permintaan agregat menyiratkan dua hal. Pertama, peran tabungan masyarakat terahdap pendapatan nasional semakin besar. Kedua, peran sector-sektor penggunaan lain dalam membentuk permintaan agregat semakin besar, khususnya sector pembentukan modal atau investasi dan sector ekspor-impor.
Dalam perekonomian ada beberapa pendekatan yang mempelajari perilaku konsumen, antara lain pendekatan tradisional dan pendekatan modern. Penjelasan masingmasing sebagai berikut :
·         Pendekatan Tradisional
Menurut pendekatan ini, setiap barang mempunyai dayaguna atau utilitas, oleh karena barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang meminta suatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah dayaguna barang tersebut.
·         Pendekatan Modern
Pendekatan ini menggunakan analisa regresi yang secara praktis digunakan untuk memperkirakan permintaan

 2.1.3 Pola Konsumsi Masyarakat
Tabel : Daftar Alokasi Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non-makanan. Masing-masing kelompok ini akan dirinci seperti pada table dibawah ini,
Perbandingan besar pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun. Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola pengeluarannya juga demikian. Alokasi pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota.
Walaupun demikian, selama kurun waktu 1984-1993, alokasi pengeluaran untuk makanan di kedua kelompok penduduk ini sama-sama berkurang. Disamping itu semua, kenaikan pengeluaran orang kota sedikit lebih cepat / tinggi dibandingkan kenaikan pengeluaran orang desa. Diukur atas dasar harga yang berlaku atau secara nominal, sepanjang periode 1984-1993 pengeluaran penduduk perkotaan naik rata-rata 36,63% per tahun. Angka sejenis untuk penduduk perdesaan adalah 35,76%. Apabila diyakini pendapat umum bahwa tingkat harga di perkotaan biasanya naik lebih cepat daripada di daerah perdesaan, maka secara riil sesungguhnya kenaikan pengeluaran orang desa justru lebih tinggi daripada orang kota. lebih tingginya kenaikan pengeluaran penduduk perdesaan dibandingkan penduduk perkotaan harus dipahami secara hati-hati. hal ini tidak berarti bahwa dibandingkan orang kota, orang desa menjadi lebih boros, kian konsumtif, atau semakin makmur.
Mengingat jumlah pengeluaran yang menjadi basis pehitungan nilainya jauh lebih rendah untuk penduduk perdesaan, kenaikan pengeluaran yang lebih tinggi itu sesungguhnya arulah sekedar menggambarkancapaian orang-orang desa dalam upayanya untuk dapat hidup lebih baik. Capaian itu sendiri belum mampu mensejajarkan denganposisi kemakmuran orang kota. Penafsiran semacam ini masih tergolong sebagai penafsiran yang bernada optimistis. Kenaikan lebih tinggi pengeluaran penduduk perdesaan tadi dapat pula ditafsirkan dengan nada pesimistis. Yakni bahwa hal itu disebabkan karena orang-orang desa harus mengeluarkan lebih besar untuk mempertahankan tingkat hidup subsistennya, berkenaan dengan suku niaga (terms of trade) yang semakin buruk yang menimpa produk-produk primer dari desa (hasil bumi) dibandingkan dengan produk-produk sekunder dari kota (hasil industri).
Di dalam pengeluaran untuk kelompok non-makanan, bagian terbesar dibelanjakan untuk keperluan subkelompok perumahan dan bahan bakar. Sekitar 44% pengeluaran non-makanan dibelanjakan untuk keperluan perumahan, itu berarti hamper 17%dari seluruh pengeluaran. Itu berarti pula, tanpa memperhatikan kelompok, belanja terbesar masyarakat Indonesia adalah untuk keperluan perumahan dan bahan bakar.
 2.1.4 Dimensi Ketimpangan Pengeluaran Konsumsi
perbandingan-perandingan perilaku dan pola konsumsi masyarakat, telah disingkap adanya kesenjangan antara masyarakat perdesaan dan masyarakat perkotaan. Pengeluaran konsumsi masyarakat dapat pula difungsikan untuk mendeteksi ketimpangan kemakmuran antar lapisan masyarakat, sebab sebagaimana diketahui kesenjangan kemakmuran dapat diukur baik dengan pendekatan pendapatan maupun pendekatan pengeluaran.
Dengan mengelompokan distribusi pengeluaran masyarakat ke dalam persepuluhan atau desil (decile) dapat diketahui ketimpangan pengeluaran penduduk. Selanjutnya, bisa pula dihitung indeks atau rasio gini masyarakat yang bersangkutan secara keseluruhan sebagai satu totalitas.
Disamping, berdimensi spasial atau antar daerah yakni antara daerah perdesaan dan daerah perkotaan, perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri. Terdapat pula diskrepansi pengeluaran konsumsi yang berdimensi regional atau antar wilayah, yakni antara propinsi yang satu dan propinsi lain di tanah air.
Pola konsumsi masyarakat berbeda antarlapisan pengeluaran. Terdapat kecenderungan umum bahwa semakin rendah kelas pengeluaran masyarakat semakin dominan alokasi belanjanya untuk pangan. Di lain pihak, kian tinggi kelas pengeluarannya kian tinggi besar pula proporsi belanjanya untuk konsumsi bukan makanan. Jenis makanan yang dikonsumsi juga berbeda. Semakin rendah kelas pengeluaran, cenderung semakin dominan jenis padi-padian umbi-umbian yang dikonsumsi.
Dalam kelompok pengeluaran untuk non-makanan, terjadi gejala sebaliknya. Semakin tinggi pengeluarannya semakin besar proporsinya secara umum, dan secara spesifik untuk berbagai Janis pengeluaran non-makanan tertentu.
2.1.5 Tabungan Masyarakat
Tabungan adalah bagian dari pendapatan dapat dibelanjakan (disposable income) yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Ini merupakan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah adalah selisih positif antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Kedua macam tabungan ini membentuk tabungan nasional, merupakan sumber dana investasi.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang dikonsepsikan dalam makro ekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga perbankan sajalah yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sisa pendapatan tidak dikonsumsi yang disimpan sendiri (istilah umumnya celengan) tidak tergolong sebagai tabungan.
Perkiraan jumlah tabungan masyarakat Indonesia memang tidak ditaksir melalui cara sebagaimana diusulkan tadi. Biro Pusat Statistik menaksirnya melalui selisih antara tabungan nasional dan tabungan pemerintah. Yang terakhir ini relative lebih gampang dihitung mengingat catatan administratifnya cukup tersedia. Angka tabungan nasional sendiri merupakan hasil penaksiran pula, yaitu PDB dikurangi Nilai Konsumsi Akhir Sektor Rumah Tangga dan Sektor Pemerintah, ditambah Pendapatan Netto Faktor Produksi terhadap Luar Negeri. Jadi, karena kesulitan teknis penafsiran, metodologi perhitungannya dibalik. Bukannya tabungan masyarakat ditambah tabungan pemerintah menghasilkan tabungan nasional, melainkan tabungan nasional dikurangi tabungan pemerintah menghasilkan tabungan masyarakat.
Tabungan masyarakat bersama-sama tabungan pemerintah dan dana dari luar negeri merupakan sumber pembiayaan investasi. Dalam rangka menggalakkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, tabungan masyarakat senantiasa diupayakan untuk terus meningkat.

2.1.6 Fungsi Konsumsi Dan Fungsi Tabungan
Dalam teori makro ekonomi dikenal berbagai variasi model fungsi konsumsi. Fungsi konsumsi yang paling dikenal dan sangat lazim digunakan dalam perhitungan-perhitungan makro ekonomi, yaitu fungsi konsumsi Keynesian. John Maynard Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat tergantung pada (berbanding lurus dengan) tingkat pendapatannya. James S. Duesenberry mengusulkan model lain. Berkaitan dengan hipotesisnya tentang pendapatan relative, ia berpendapat tingkat pendapatan yang mempengaruhi pengeluaran konsumsi masyarakat bukan tingkat pendapatan efektif, maksudnya pendapatan rutin yang secara factual diterima, tapi oleh tingkat pendapatan relative. Milton Friedman mengajukan model pendapatan yang menentukan besar kecilnya konsumsi adalah tingkat pendapatan permanen. Tentu saja, selain tingkat pendapatan sebagai variable pengaruh utama, terdapat kemungkinan beberapa variable lain turut mempengaruhi besar kecil pengeluaran konsumsi masyarakat.
Dari sudut tinjauan kebaikan suai (goodness of fit) model ini cukup memadai. Model ini mengandung korelasi serial (otokorelasi) negative.
Fungsi tabungan dipengaruhi oleh empat factor atau variable. Keempat factor atau variable tersebut yaitu pendapatan, suku bunga, inflasi, dan penerimaan ekspor. Model ini tidak otokorelatif.
2.2 Pengeluaran Pemerintah
 2.2.1 Pengertian Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran kapital. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik. Berikut ini adalah penjelasannya :
a.       Pengeluaran Rutin Pemerintah

Pengeluaran rutin adalah segala bentuk pengeluaran pemerintah untuk membayar kebutuhan sehari-hari pemerintah. Pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan. Tujuan pengeluaran rutin agar  pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset  negara, pemenuhan kewajiban  pemerintah  kepada  pihak ketiga, perlindungan  kepada  masyarakat  miskin dan  kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian.
Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakanyang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Contoh pengeluaran rutin pemerintah sebagai berikut :
·      Belanja pegawai, termasuk gaji pegawai negri dan TNI
·      Belanja barang, seperti perlengkapan dan peralatan kantor
·      Cicilan hutang, baik hutang luar dan dalam negri
·      Subsidi daerah otonom
·      Pengeluaran rutin lainnya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
·      Anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan keamanan.
b.       Pengeluaran Tidak Rutin Pemerintah

Pengeluaran  pembangunan (pengeluaran tidak rutin) yaitu  pengeluaran yang bersifat  modal  masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pos pengeluaran pembangunan diantaranya untuk bantuan rupiah, seperti sumbangan bagi korban bencana alam dan bantuan biaya proyek untuk pembangunan sarana fasilitas umum. Besar kecilnya anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan keputusan-keputusan politik.

2.2.2  Aspek Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif

Pada hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi segala kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga diperlukan tindakan atau perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan menggunakan tindakan konsumsi yang berprinsip ekonomi. Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan konsumsi yang berlebihan.
Semua tindakan konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya seorang konsumen dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional dan ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di butuhkan, membeli dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap tindakan konsumsinya selalu berdasarkan skala prioritas.
Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan dampak:
a)      Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
b)      Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam.
c)      Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
d)     Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan kualitas yang lebih baik
Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak:
a)      Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
b)      Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
c)      Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang.  
d)     Mendorong konsumen melakukan pengeluaran di luar batas kemampuannya sehingga akan melakukan pinjaman yang pada akhirnya akan terjebak hutang.

BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Pengeluaran Konsumsi masyarakat merupakan salah satu variabel makroekonomi dalam identitas pendapatan nasional menurut pendekatan pengeluaran. Orang desa dan orang kota tidak hanya berbeda dalam hal besarnya pengeluaran, akan tetapi juga tidak sama dalam hal pola konsumsi. Perbedaan atau ketimpangan pengeluaran konsumsi masyarakat juga terjadi dalam dimensi antar lapisan pengeluaran itu sendiri.
Pengeluaran rutin dan tidak rutin pemerintah bertujuan untuk dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset  negara, pemenuhan kewajiban  pemerintah  kepada  pihak ketiga, perlindungan  kepada  masyarakat  miskin dan  kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian. Tetapi, Besar kecilnya anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan keputusan-keputusan politik.

3.2  SARAN
Demikian makalah yang dapat kami sajikan tentang Pengeluaran konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah yang cukup singkat. Namun, Penulis berharap dengan adanya penulisan makalah ini maka bagi para pembaca bisa menganalisa lebih jauh lagi tentang bahasan yang ada pada makalah ini dan bisa di manfaatkan sebaik mungkin bagi para pembaca sebagai sumber pengetahuan.











DAFTAR PUSTAKA


0 komentar:

Posting Komentar